DRAFF PROPOSAL PENELITIAN UTS
PENGARUH AKTIVITAS
FISIK TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI ATLET PENCAK SILAT IPSI BOJONEGORO
OLEH :
AMELIA AMANDA S.D 20060484011
PEMBIMBING :
Dr. Purbodjati, M.S. (OK064)
Dr. ACHMAD WIDODO, M.Kes.
YETTY SEPTIANI MUSTAR S.KM M.P.H
FAKULTAS
ILMU OLAHRAGA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Olahraga adalah serangkaian gerak yang
teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan
kemampuan fungsional, sesuai tujuan melakukan olahraga (Giriwijoyo, 2010). Sedangkan
menurut Irianto (2007),olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara
terencana untuk berbagai tujuan, antara lain mendapatkan kebugaran, rekreasi,
pendidikan dan prestasi. Dapat dikatakan bahwa olahraga memiliki banyak fungsi
dan tujuan bagi tubuh. Oleh karena itu olahraga harus memiliki takaran yang
pas, sebab telah dipahami bahwa tidak semua olahraga akan memberikan efek yang
positif bagi kaum wanita.
Jumlah wanita yang berpartisipasi
dalam olahraga dan aktivitas fisik terus meningkat.Walaupun olahraga memiliki
banyak keuntungan, tetapi dapat menyebabkan beberapa gangguan pada atlet wanita
apabila dilakukan secara berlebihan.Latihan fisik yang berat dapat menimbulkan
gangguan siklus menstruasi.Gangguan yang terjadi dapat berupa tidak adanya
menstruasi (amenore), penipisan tulang (osteoporosis), haid tidak teratur atau
perdarahan intermenstrual, pertumbuhan abnormal dinding rahim, dan
infertilitas. Sifat dan tingkat keparahan gejala tergantung pada beberapa hal
seperti jenis latihan, intensitas dan lamanya latihan, dan laju perkembangan
program pelatih.(Springs, 2007). Menurut Quah dkk (2009), wanita yang
berpartisipasi dalam olahraga kompetitif memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya atau berkembangnya gangguan makan, iregularitas siklus
menstruasi dan osteoporosis, yang dikenal sebagai female athlete triad.
Olahraga berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya menarche yang tertunda dan gangguan siklus
menstruasi.Faktor utama penyebab supresi GnRH atlet wanita adalah penggunaan
energy yang berlebihan yang melebihi pemasukan energy pada atlet.Faktor
kekurangan nutrisi merupakan faktor penting penyebab keadaan hipoestrogen pada
atlet wanita.(Warren dkk, 2001)
Siklus menstruasi adalah proses
perubahan hormon yang terus-menerus dan mengarah pada pembentukan endometrium,
ovulasi, serta peluruhan dinding jika kehamilan tidak terjadi. Setiap bulan,
sel telur harus dipilih kemudian dirangsang agar menjadi matang. Endometrium
pun harus dipersiapkan untuk berjaga-jaga jika telur yang sudah dibuahi
(embrio) muncul kemudian melekat dan berkembang disana. Pendarahan menstruasi
dimulai menjelang akhir pubertas. Saat itu anak gadis mulai melepaskan sel
telur sebagai bagian dari periode bulanan yang disebut dengan siklus reproduksi
wanita atau siklus menstruasi (Verawaty & Rahayu, 2011). Menurut (Utami,
dkk dalam Nuraini 2015) menstruasi atau haid pada wanita terjadi melalui empat
fase, yaitu : fase menstruasi, fase folikular, fase ovulasi dan fase
luteal.
Pencak silat merupakan budaya asli
Indonesia yang perlu dijaga eksistensinya agar tidak hilang atau diakui negara
lain, seperti yang terjadi pada beberapa kebudayaan asli Indonesia yang diakui
negara lain sekarang ini. Pencak silat memiliki nilai-nilai yang dapat
dipelajari seperti yang diungkapkan oleh Agung Nugroho (2004 : 15) “pencaksilat
adalah sistem beladiri yang mempunyai empat nilai sebagai satu kesatuan, yakni
nilai etis, teknik, estetis, dan atletis.”
Gerakan Pencak Silat dapat dilakukan
oleh lakilaki atau wanita, anak-anak maupun orang tua/dewasa, secara
perorangan/kelompok. Sejak tahun 1969, mulai dilakukan pengembangan Pencak
Silat menjadi olahraga dan pertandingan, dengan melalui percobaan- 8 percobaan
pertandingan di daerah-daerah dan di tingkat pusat. Pada PON VIII tahun 1973 di
Jakarta telah dipertandingkan untuk pertama kalinya yang sekaligus merupakan
Kejuaraan tingkat Nasional yang pertama pula.
Kegiatan olahraga atau aktivitas fisik
nampaknya sudah sangat sering dilakukan terlebih oleh para atlet pencak silat.
Namun terlepas dari itu para atlet pencak silat putri pasti juga mengalami
mestruasi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kegiatan olahraga
terhadap siklus menstruasi atlet pencak silat. Sehingga dapat diketahui apakah
ada pengaruh dari kegiatan olahraga terhadap sikluas menstruasi atlet pencak
silat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
Kegiatan olahraga berpengaruh terhadap siklus menstruasi pada atlet pencak
silat?
2.
Seberapa
besar hubungan kegiatan olahraga terhadap siklus menstruasi pada atlet pencak
silat?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui atau memperoleh informasi empiris (nyata) mengenai kegiatan olahraga
dan siklus menstruasi terhadap atlet pencak silat.
2.
Untuk
mengetahui pengaruh latihan fisik atau olahraga pada siklus menstruasi atlet
pencak silat
D. Manfaat Penelitian
1.
Dapat
digunakan untuk memverifikasi atau mengevaluasi hubungan kegiatan olahraga
terhadap siklus menstruasi pada atlet pencak silat.
2.
Dapat
dimanfaatkan untuk pertimbangan program peningkatan atau pengembangan atlet
pencak silat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
A. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik
a)
Hakikat Aktivitas Fisik
Menurut Almatsier (2009),
aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh tubuh dan sistem
penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dalam kehidupan
sehari-hari misalnya bekerja (occupational), olah raga, merawat (conditioning),
melakukan pekerjaan rumah, atau aktivitas lain. Aktivitas fisik yang tidak ada
(kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit
kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global
(WHO, 2010).
Dalam WHO (2010),
aktivitas fisik dibagi atas tiga tingkatan yakni aktivitas fisik ringan, sedang
dan berat. Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
menggerakkan tubuh, misalnya berjalan kaki, tenis meja, golf, mengetik,
membersihkan kamar, dan berbelanja. Aktivitas fisik sedang adalah pergerakan
tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang cukup besar sehingga menyebabkan
nafas sedikit lebih cepat dari biasanya, misalnya bersepeda, ski, menari,
tenis, dan menaiki tangga. Sedangkan aktivitas fisik berat adalah pergerakan
tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak (pembakaran kalori)
sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya, misalnya basket, sepak bola,
berenang, dan angkat besi.
b) Manfaat Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan
kunci utama mengeluarkan energi, sehingga merupakan dasar yang harus dilakukan
untuk menjaga keseimbangan energy dan mengontrol berat badan. Jika dilakukan
secara teratur, aktivitas fisik sangat bermanfaat untuk menghindari berbagai
penyakit seperti menurunkan resiko menderita penyakit jantung koroner dan
stroke, diabetes, hipertensi, kanker kolon, kanker payudara, depresi, serta
menjaga kesehatan fungsional tubuh dan mencegah jatuh pada lansia (WHO, 2010).
Selain itu, kebugaran tubuh atau kesanggupan dan kemampuan untuk melakukan
kerja atau aktivitas fisik engan mempetinggi daya kerja tanpa mengalami
kelelahan yang berate atau berlebihan pun juga akan terjaga.
Janssen dan Leblanc dalam Suprayoga (2013) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan hasil maksimal, aktivitas fisik harus dilakukan dalam porsi intensitas yang tepat yang dapat diukur dengan menghitung denyut nadi saat beraktivitas. Rumus yang digunakan ialah denyut nadi maksimum adalah 220 - usia (dalam tahun). Setiap melakukan aktivitas fisik harus mencapai 72% - 87% dari denyut nadi maksimum dan dipertahankan selama paling sedikit 25 menit. Bila aktivitas fisik yang dilakukan kurang dari 70% denyut nadi maksimum, maka manfaatnya akan kurang terasa maksimal. Namun bila melakukan aktivitas dengan intensitas melebihi 85% maka dapat menimbulkan kerugian pada tubuh.Untuk frekuensi yang dianjurkan adalah minimal tiga kali dalam seminggu atau lebih bila memungkinkan.Memaksakan diri dalam melakukan aktivitas fisik dapat menyebabkan kelelahan dan berdampak kurang baik bagi kesehatan.
c)
Tingkat Aktivitas Fisik
Terdapat empat dimensi
utama yang menjadi fokus pengukuran aktivitas fisik, yaitu tipe, frekuensi,
durasi dan intensitas. Tipe adalah jenis aktivitas fisik yang dilakukan seperti
duduk, berdiri, berjalan, bersepeda, dan lain-lain; frekuensi aktivitas fisik
mengacu pada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu; durasi aktivitas
fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan aktivitas fisik;
dan intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan, sedang
(moderate), atau berat (vigorous) (Gibney, 2009).
Dari keempat dimensi
tersebut, menurut Gibney (2009) tingkatan aktivitas fisik dapat dinilai dalam
bentuk total volume aktivitas fisik. Total volume aktivitas fisik dapat
dinyatakan dengan satuan MET-menit per hari atau per minggu, yaitu menghitung
bobot masing-masing jenis kegiatan dengan kebutuhan energy yang didefinisikan
dalam Metabolic Equvalents (METs) dan dikalikan dengan jumlah menit yang
dilakukan saat aktivitas fisik (IPAQ, 2005). METs adalah pendekatan pengukuran
yang dihitung dengan koreksi berat badan. Satu METs sama dengan perbandingan
antara energi yang digunakan dalam kilojoule dengan energi yang digunakan pada
saat istirahat dalam kilojoule, dimana keduanya diperkirakan dengan ukuran
tubuh, yaitu 4,2 Kj/Kg BB atau 3,5ml /Kg per menit (Montoye dalam Suprayoga,
2013).Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total volume aktivitas fisik
ketika menggunakan metode kuisioner (Gibney, 2009).
Banyak cara untuk
menghitung akumulasi total aktivitas fisik selama 150 menit per minggu. Yang
terpenting dari konsep akumulasi ini adalah tercapainya 150 menit aktivitas
fisik per minggunya dengan membagi total aktivitas fisik ini menjadi sesi-sesi
tiap harinya yang minimal dilakukan selama 10 menit tiap sesinya. Kemudian
total waktu yang dihabiskan untuk aktivitas fisik tersebut dihitung dengan
rentang waktu satu minggu, misalnya aktivitas fisik intensitas sedang 30 menit selama
5 kali dalam satu minggu (Paterson, Jones et Rice, 2007).
Semakin tinggi tingkat
aktivitas fisik (misalnya lebih dari 150 menit per minggu) diperkirakan akan
memberikan manfaat lebih untuk kesehatan. Akan tetapi fakta menunjukan terdapat
penurunan marginal manfaat tersebut jika peningkatan aktivitas fisik tersebut
melebihi jumlah kombinasi 300 menit per minggunya dari aktivitas fisik
intensitas sedang dan dapat meningkatkan resiko cedera (Paterson, Jones et
Rice, 2007).
d) Aktivitas Fisik pada Atlet
Olahraga memiliki banyak
keuntungan, tetapi juga dapat menyebabkan beberapa gangguan pada atlet wanita
apabila dilakukan secara berlebihan.Seorang atlet biasa mengalami berbagai
gangguan fisik karena cedera. Gangguan fisik dapat terjadi pada atlet pria dan wanita,
namun pada atlet wanita seringkali mengalami gangguan yang tidak akandialami
oleh para atlet pria (Handjaja, 2010). Menurut KBBI, olahraga adalah gerak
badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Tetapi latihan, sendiri atau
bersamaan dengan berat badan menurun, dapat mengakibatkan gangguan menstruasi.
Beberapa studi telah
mencatat terganggunya menstruasi terjadi selama masa kejuaraan atau perlombaan
saat beban latihan meningkat.Atlet yang melakukan penurunan berat badan secara
signifikan lebih berisiko tertunda menstruasinya dibandingkan alit yang
mempertahankan berat badannya selama periode pengujian. Meningkatkan latihan
seperti itu mempengaruhi menstruasi hanya ketika disertai dengan penurunan
berat badan. Mekanisme hipotesis yang mana latihan akan mempengaruhi siklus
menstruasi dengan melibatkan hipotalamus-hipofisis-aksis adrenal (Carbon dalam
Saadiah , 2014).
Female athlete triad (FAT)
merupakan suatu sindrom yang sering terjadi pada atlet wanita dengan aktivitas
fisik intensitas tinggi. Menurut (Nattiv dkk,2007) sindrom FAT meliputi
gangguan makan, amenorea, osteoporosis.Penyebab yang mendasari keseluruhan
gejala tersebut adalah intensitas latihan fisik yang terlalu tinggi dan yang
tidak mampu dikompensasi fisiologis tubuhserta tekanan mental yang berat akibat
kompetisi olahraga yang mencetuskan gangguan perilaku makan.
Kedua hal tersebut
menyebabkan gangguan sistem endokrin dalam tubuh.Akibat pertama yang nyata
dialami oleh atlet adalah hilangnya siklus menstruasi (amenorea).ketidak
seimbangan hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme mineral dalam tubuh.
Gangguan metabolism kalsium yang erat hubungannya dengan hormonestrogen juga
mengalami gangguan sehingga penurunan kepadatan tulang (osteoporosis). Lebih
lanjut, kerapuhan tulang yang terjadi secara laten dapat meningkatkan ketahanan
tulang terhadap trauma fisik atau dengan kata lain meningkatkan terjadinya
fraktur patologis (Carbon dalam Saadiah , 2014).
Istilah amenorea atlet
dimaksudkan untuk mendeskripsikan berhentinya menstruasi yang dialami beberapa
atlet selama masa latihan dan kompetisi berat.Upaya untuk memahami
karakteristik perubahan ini membawa pada kenyataan bahwa arti perubahan
menstruasi pada atlet merupakan akibat dari perubahan kesuburan (fertilitas)
dan integritas skelet. Perubahan menstruasi dapat berupa berkurangnya jumlah
menstruasi per tahun (oligomenrrhoea) atau sama sekali tidak ada menstruasi
(amenorrhoea). Amenorrhoea dapat bersifat primer yaitu tertundanya awal
menarche; atau sekunder yaitu setelah menstruasi pada waktu-waktu sebelum
berjalan normal (Carbon dalam Saadiah , 2014).
Sebagian besar atlet
wanita sering mengalami gangguan makan yang berakibat terjadinya
ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi yang berkepanjangan.
Ketidakseimbangan energi berhubungan dengan menurunnya kadar estrogen, gangguan
metabolisme, dan terjadinya amenorea atau oligomenorrea (Cobb dkk, 2003)
B. Tinjauan Umum Tentang Menstruasi
a)
Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah proses
alami yang dialami setiap wanita, yaitu terjadinya proses perdarahan yang
disebabkan luruhnya dinding rahim sebagai akibat tidak adanya pembuahan.
Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan wanita, yang
dimulai dari menarche sampai menopause (Andriyani 2013).
Menstruasi atau haid adalah
perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasz) endometrium. Proses terjadinya menstruasi ini terjadi melalui
empat tahap yaitu fase menstruasi, fase ploriferasi, fase luteal/sekresi, dan
fase iskemik (Proverawati, 2009; Perry, 2010).
Suzannec (2009),
mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks yang mencakup
reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2009), Siklus menstruasi merupakan
rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara
simultan. Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi
yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang
normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari
ditambah atau dikurangi 2-3 hari (Sarwono, 2005).
b) Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang
terjadi di nilai dari tiga hal pertama yaitu siklus menstruasi yang berkisar
antara 28 hari, kedua lama menstruasi yaitu 3-6 hari, ketiga yaitu jumlah darah
yang keluar selama siklus menstruasi 20-80 ml. Proses ini diawali dengan
terangsangnya hipotalamus yang akan di teruskan ke hipofisis anterior, sehingga
dapat muncul hormon gonadotropik/ GnRH (gonadotropin releasing hormon) yang
akan merangsang FSH (Follicle Stimullating Hormone) dan kemudian akan
diteruskan oleh folikel primordial (folikel perimer yang merangsang hormon
estrogen sehingga akan di tandai dengan munculnya seks sekunder).
Ketika hormon estrogen
meningkat, akan menekan FSH dan merangsang hormon GnRH dan mengeluarkan LH
(Leutenizing Hoemone) kemudian akan merangsang folikel de graff guna melepas
sel telur. Telur yang dilepas kemudian di tangkap oleh rumbai tuba fallopi dan
setelah itu, telur di bungkus oleh korona radiata dan mendapatkan nutrisi
selama 48 jam. Kemudian telur akan berubah menjadi rubrum (merah) yang di
sebabkan karena perdarahan. Folikel yang pecah kemudian akan menutup kembali
dan membentuk korpus luteum (kuning). Korpus luteum akan mengeluarkan hormon
progesteron. Hormon ini yang mempersiapkan uterus agar siap di tempati oleh
embrio. Jika sperma telah memfertilisasi sel telur (proses pembuahan), maka
telur yang dibuahi akan melewati tuba fallopi kemudian turun ke uterus untuk
melakukan proses implantasi. Pada tahap ini seorang perempuan sudah di anggap
hamil.
Tetapi jika pembuahan
tidak terjadi, sel telur akan melewati uterus, mengering dan meninggalkan tubuh
sekitar 2 minggu kemudian melalui vagina. Oleh karena dinding uterus tidak
dibutuhkan untuk menopang kehamilan maka lapisan akan rusak dan luruh. Darah dan
jaringa dari dinding uterus (endometrium) bergabung untuk membentuk menstruasi
yang umumnya berlangsung selama 3-7 hari (Verrawaty, 2012 ; Anwar, 2011; Wahyu,
2013; Perry, 2010; Chandranita, 2009).
c)
Fase Menstruasi
Beberapa fase yang terjadi
selama siklus enstruasi berlangsung menurut (Verrawaty, 2012; Perry, 2010):
a. Fase Menstruasi
b. Fase Ploriferasi
Ditandai dengan menurunya
hormone progresteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH
dan merangsang follikel dalam ovarium, serta dapat membuut hormone estrogen
diproduksi kembali. Sel follikel berkembang menjadi follikel de graaf yang
masak dan menghasilkan hormone estrogen yang merangsang keluanya LH dari
hipofisis.
c. Fase Luteal/skresi
Ditandai dengan sekresi LH
yang memacu matangnya sel ovurn pada hari ke 14 sesudah menstruasi pertama. Sel
ovum yang mutang akan meninggalkan follikei dan folikel akan mengkerut dan
herubah menjadi corpus luteum. Dimana corpus luteum berfungsi menghasilkan
hormone progresteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang
kaya akan permbuluh darah.
d. Fase Iskemik
Ditandai dengan corpus luteum yang mengecil dan rigit dan berubah menjadi corpus aibican yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresi FSH dan LH. Dengan berhentinya sekresi progresteron maka penebalan dinding endometrium akan berhenti menyebabkan endometrium mengering dan robek. Sehingga terjadilah fase perdaharan/ menstruasi kembali.
d) Gangguan Menstruasi
Adapun beberapa faktor
yang mempengaruhi lama menstruasi (Verawaty, 2012)
1)
Stress
Stress menyebabkan
perubahan sistematik dalam tubuh, khususnya sistem syaraf dalam hipotalamus
melalui perubahan hormon reproduksi (Kusmiran, 2011).
2)
Penyakit
kronis
Penyakit kronis seperti
diabetes, gula darah yang tidak stabil berkaitan erat dengan perubahan hormonal
sehingga bila gula darah tidak terkontrol akan mempengaruhi lama menstruasi
dengan terpengaruhnya hormon reproduksi (Kusmiran, 2011).
3)
Gizi
buruk
Penurunan berat badan akut
akan menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat ovarium dan
lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang
kurang/kurus dapat menyebabkan amenorrhea (Kusmiran, 2011).
4)
Aktifitas
fisik
Tingkat aktifitas fisik
yang sedang dan berat dapat mempengaruhi kerja hipotalamus yang akan
mempengaruhi hormon menstruasi sehingga dapat membatasi menstruasi (Kusmiran,
2011).
5)
Konsumsi
obat-obatan tertentu
Seperti antidepresan
antipsikotik, tiroid dan beberapa obat kemoterapi. Hal ini dikarenakan
obat-obatan yang mengandung bahan kimia jika dikonsumsi terlalu banyak dapat
menyebabkan sistem hormonal terganggu, seperti hormon reproduksi (Welch, 2012).
e)
Siklus Menstruasi pada Atlet
Adanya perubahan
menstruasi pada atlet wanita sulit diketahui oleh karena munculnya berbagai
bentuk gangguan menstruasi, dari mulai fase luteal yang pendek sampai
amenorrhoea.Lebih lanjut, masalahnya makin dipersulit oleh beragamnya
metodologi penelitian dan tidak adanya definisi amenorrhoea, oligomenorrhoea
atau bahkan siklus yang tidak teratur yang secara excact diterima oleh semua
peneliti. Demikian pula perbedaan populasi atlet tidak selalu jelas, misalnya
atlet anaerobic atau aerobic, pejogging rekreasi atau pelari dayatahan elite
(Carbon dalam Saadiah , 2014).
Definisi perubahan
menstruasi dipersulit lebih lanjut oleh “dimensi dinamik” dari menstruasi
seperti yang dideskripsikan oleh Prior (1982), bahwa seseorang individu
mengalami fluktuasi antara tahap-tahap perubahan menstruasi dari satu
bulan.Perubahan menstruasi paling umum dijumpai pada pelari jarak, penari dan
pesenam dan sedikit pada pembalap sepeda dan perenang.Tetapi data yang
diperoleh dari sejumlah besar wanita yang berolahraga di court atau lapangan
sangatlah terbatas.American college of sport medicine (1980) melaporkan bahwa
kurang-lebih sepertiga dari pelari kompetitif jarak jauh wanita yang berumur
antara 12-45 tahun mengalami masa-masa amenorrhoea atau oligo-menorrhoea.
Statistik pada olahraga
rekreasi dan olahraga anaerobik menunjukan pola menstruasi yang tidak berbeda
dengan wanita pesantai. Adalah salah bila menyimpulkan bahwa semua kegiatan
atletik menyebabkan meningkatnya gangguan menstruasi atau bahwa semua atlet
wanita yang sangat terlatih mempunyai perubahan menstruasi (Carbon dalam
Saadiah , 2014).
Penelitian lain menunjukan
adanya faktor-faktor yang umum dijumpai pada atlet yang mengalami perubahan
menstruasi dalam hubungan dengan kegiatan fisiknya.
1)
Umur
Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa atlet yang lebih muda, dibawah 25 tahun, lebih besar
kemungkinannya mendapat amenorrhoea.
2)
Ketidak-teraturan
menstruasi sebelumnya
Sebagian besar penelitian
menunjukan bahwa atlet dengan oligo/ame-norrhoea lebih banyak yang mengalami
ketidak-teraturan menstruasi sebelum menjalani latihan reguler, tetapi ini
tidak merupakan penemuan yang konsisten. Bullen et al. (1985) mencatat awal
terjadinya ketidak-teraturan menstruasi dalam hubungan dengan latihan, yang
dijumpai hampir pada seluruh subjek yang ditelitinya, tanpa kaitan dengan
riwayat menstruasi sebelumnya.
3)
Nulliparitas
(belum pernah melahirkan)
Terdapat tanda-tanda yang
menunjukan bahwa atlet yang ibu-ibu jarang mendapat amenorrhoea dari pada
mereka yang belum pernah hamil. Tiga faktor tersebut diatas menunjukkan bahwa
perubahan menstruasi lebih jarang terjadi bila sudah ada kematangan poros
reproduksi (poros: hipotalamus-hipofisis-ovarium), yaitu bila siklus ovulasi
telah mapan.
4)
Penurunan
berat badan
Perubahan menstruasi pada
atlet telah dikaitkan dengan berat badan yang rendah, penurunan berat badan
berlebihan akibat latihan, presentase lemak tubuh yang menurun dan tata-gizi
yang tidak adekuat. Tetapi beberapa penelitian menunjukkan adanya kesamaan
dalam hal tinggi badan, berat badan dan penurunan berat badan antara pelari-pelari
yang amenorrhoea dengan pelari-pelari dengan siklus yang normal.
5)
Olahraga
intensitas tinggi
Hubungan antara
meningkatnya jarak latihan pada pelari dan kejadian gangguan menstruasi telah
ditemukan dalam banyak penelitian, termasuk hubungan yang hampir linier dengan
kejadian amenorrhoea bila jarak latihan melebihi 30 km. Selanjutnya atlet,
termasuk penari, diketahui mendapatkan menstruasinya kembali selama masa tidak
berlatihnya oleh karena liburan ataupun oleh karena cedera, bila tidak ada perubahan
pada berat badannya. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya korelasi antara
tingkat latihan dengan perubahan menstruasi dan mungkin sekali terlalu cepatnya
peningkatan intensitas latihan lebih menjadi penentu bagi adanya perubahan
menstruasi dari pada jarak total ataupun durasi total latihan.
6)
Stress
Sulit untuk menilai peran
stress, tetapi pengamatan menunjukkan kejadian amenorrhoea lebih tinggi pada
partisipasi dalam olahraga berat. Hal ini meningkatkan kemungkinan adanya
fenomena yang berhubungan dengan stress. Wanita diketahui mengalami
ketidakteraturan menstruasi tatkala mengalami stress emosi. Stress fisik maupun
emosi yang kronik dapat menyebabkan terjadinya amenorrhoea atau anovulasi,
walau tingkat depresi, hypochondriasis, kecemasan dan kecendrungan
obsesi/kompulsi, kelompok pelari yang amenorrhoea maupun kelompok pelari
eumonorrhoea adalah sama (Carbon dalam Saadiah , 2014).
Tabel 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Siklus Menstruasi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan siklus menstruasi |
|
Menstruasi yang teratur |
Menstruasi yang tidak teratur |
Kematangan poros reproduksi Siklus ovulasi yang mapan Usia dewasa Ibu-ibu (motherhood) Peningkatan berat badan Peningkatan lemak tubuh Peningkatan aktvitas berangsur Latihan dengan intensitas rendah |
Usia muda (Youth) Nulliparitas Penurunan berat badan Penurunan lemak tubuh Tata gizi rendah kalori Latihan dengan dosis tinggi Beban kerja meningkat cepat Stress psikologik |
Sumber: Carbon dalam Saadiah , 2014
C. Tinjauan Umum Tentang Pencak silat
a)
Deskripsi pencak silat
Pencak silat adalah salah
satu olahraga beladiri yang berakar dari bangsa Melayu. Dari segi linguistik
kawasan orang Melayu adalah kawasan Laut Teduh yang membentang dari Easter
Island di sebelah timur ke pulau Madagaskar di sebelah barat. Lebih terinci
dengan etnis Melayu biasanya disebut penduduk yang terdampar di kepulauan yang
meliputi Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei Darusalam, Filipina dan
beberapa pulau kecil yang berdekatan dengan negara-negara tersebut. Walaupun sebetulnya
penduduk Melayu adalah suatu etnis di antara ratusan etnis yang mendiami
kawasan itu (Oong Maryono, 2000: 3). Silat adalah intisari pencak untuk secara
fisik membela diri dan tidak dapat digunakan untuk pertunjukan (Oong Maryono,
2000: 5). Silat adalah gerak bela-serang yang erat hubungannya dengan rohani,
sehingga menhidup-suburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia dan
berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sama halnya diungkapkan oleh Suharso
(2005: 368) mengatakan, Pencak adalah permainan (keahlian) untuk mempertahankan
diri dengan kepandaian menangkis, mengelak dan sebagainya. Sedangkan Silat
adalah kepandaian berkelahi dengan ketangkasan menyerang dengan membela diri.
Menurut Notosoejitno
(1997: 34) mengatakan, pencak silat adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ribuan pribumi melawan gaya yang ada di seluruh Malay
Archipelago, yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Thailand Selatan dan Filipina Selatan. Kamus resmi bahasa Indonesia diterbitkan
oleh Balai Pustaka (1989: 13), mendefinisikan pencak silat sebagai kinerja
(keterampilan) pertahanan diri yang mempekerjakan kemampuan untuk membela diri,
menangkis serangan dan akhirnya menyerang musuh, dengan atau tanpa senjata.
Maka menurut Herry Sismiarto (1997: 15), pencak silat dan dewasa ini berlaku
sebagai istilah nasional yang dibakukan pada saat dibentuknya wadah persatuan
perguruan pencak dan silat di Indonesia dalam suatu pertemuan di Surakarta pada
tahun 1948 yang melahirkan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Terbentuknya
Ikatan Pencak Silat Indonesia ini dipelopori oleh sepuluh perguruan Pencak
Silat Besar yaitu: (1) Persaudaraan Setia Hati, (2) Persaudaraan Setia Hati
Terate, (3) Perpi Harimurti, (4) Phasadja Mataram, (5) Persatuan Pencak Silat
Indonesia, (6) Perisai Diri, (7) Tapak Suci, (8) Perisai Putih, (9) Keluarga
Pencak Silat Nusantara dan (10) Putra Betawi.
Pencak silat terdapat
unsur seni yang cukup menonjol terutama jika dilihat dari elemen kembangan atau
bunga pencak silat dan unsur tarung pencak silat telah menjadi olahraga
prestasi yang di pertandingkan. Dengan diperkuat adanya Munas IPSI XII bahwa
pencak silat adalah olahraga prestasi yang terdiri dari empat kategori yaitu
kategori tanding, tunggal, ganda dan regu (Munas XII IPSI, 2007: ii). Seorang
atlet yang bertanding dalam kategori tanding dibutuhkan teknik, taktik, mental
dan stamina yang baik
Kategori tanding adalah
kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan 2 (dua) orang pesilat dari
kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan
serangan yaitu menangkis/mengelak/menyerang/menghindar pada sasaran dan
menjatuhkan lawan. Penggunaan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina
dan semangat juang, menggunakan kaidah dan pola langkah yang memanfaatkan
kekayaan teknik jurus, mendapatkan nilai terbanyak (Munas XII IPSI, 2007:1).
D. Hubungan Kegiatan Olahraga Terhadap Siklus Menstruasi Atlet Pencak Silat
Jumlah
wanita yang berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas fisik terus
meningkat.Walaupun olahraga memiliki banyak keuntungan, tetapi dapat
menyebabkan beberapa gangguan pada atlet wanita apabila dilakukan secara
berlebihan.Aktivitas fisik dengan intensitas yang berat dapat menimbulkan
gangguan fisiologis siklus menstruasi.Gangguan yang terjadi dapat berupa tidak
adanya menstruasi (amenorea), penipisan tulang (osteoporosis), menstruasi yang
tidak teratur atau perdarahan intermenstrual, pertumbuhan abnormal dinding
rahim, dan infertilitas. Sifat dan tingkat keparahan gejala tergantung pada beberapa
hal seperti jenis latihan, intensitas dan lamanya latihan, dan laju
perkembangan program pelatih (Springs, 2007).
Wanita
yang berpartisipasi dalam olahraga kompetitif memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadimya atau berkembangnya gangguan makan, iregularitas siklus
menstruasi dan osteoporosis, yang dikenal sebagai Female Athlete Triad (Quah
YV, 2009) Olahraga berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gangguan disfungsi
hipotalamus yang menyebabkan gangguan sekresi GnRH. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
menarche yang tertunda dan gangguan siklus menstruasi. Faktor utama penyebab
supresi GnRH atlet wanita adalah penggunaan energi yang berlebihan yang
melebihi pemasukan energi pada atlet.Faktor kekurangan nutrisi merupakan faktor
penyebab keadaan hipoestrogen pada atlet wanita (Warren MP, 2001).
Pada
sebagian besar atlet wanita, sering terjadi gangguan makan yang berakibat
terjadinya ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi sehingga
terjadi defisiensi energi kronik. Ketidakseimbangan energi berhubungan dengan
menurunnya kadarestrogen, gangguan metabolisme dan terjadinya amenorrhoea atau
oligomenorrhea (De Cree C, 1998).
Infusiensi
umpan balik estrogen dan progesterone serta ketidakseimbangan opioid endogen
dan aktivitas catecholamine yang diperantai oleh ᵞ-aminobutyruc acid (GABA),
corticotrophinreleasinghormone, insulin, seperti growth factor-1 mengakibatkan
terjadinya gangguan pulsasi GnRH. Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya
hubungan antara aktivitas fisik yang berat berupa olahraga yang menginduksi
ketidakteraturan siklus menstruasi dengan perubahan metabolism steroid,
khususnya, peningkatan aktivitas dari catecholestrogen mengakibatkan kadar
noreadrenaline intracerebral (noripineprhrin) yang mempengaruhi release atau penglepasan
gonadotrophin (Warren MP, 2001).
Disfungsi
hipotalamus yang berhubungan dengan latihan fisik yang berat dan gangguan pada
pulsasi GnRH, dapat menyebabkan menarche yang terlambat dan gangguan siklus
menstruasi. Latihan yang menginduksi amenorrhea berhubungan dengan keadaan
hipoestrogenisme, tetapi studi terbaru menyebutkan bahwa faktor nutrisi
bertanggung jawab terhadap terjadinya amenorrhea (Warren MP, 2008)
Loucks
(1990) memaparkan bahwa ada faktor risiko terhadap aktivitas fisik dalam
pelatihan terhadap perpanjangan siklus menstruasi, berkaitan dengan inisiasi
latihan aerobik bervolume tinggi, dan bersifat spesifik sesuai prinsip latihan
kekhususan. Sumber lain menjabarkan aktvitas fisik yang berkelanjutan dengan
sumber energi aerobik dan hanya membutuhkan intensitas ringan lebih potensial
meningkatkan risiko gangguan siklus menstruasi dari pada latihan anaerobik
berintensitas kuat dan diikuti repetisi (Dusek, 2011).
Mekanisme
yang dikaitkan dengan proses fisiologis tubuh selama latihan dengan reproduksi
sebagai berikut (Warren, 2011):
1.
Adaptasi endokrinologi, contoh: terjadi disfungsi
hipotalamus, serta penghambatan pulsasi GnRH.
2.
Adaptasi tubuh terhadap konsumsi energy penurunan hormon
leptin selama latihan.
3.
Adaptasi metabolic, menyebabkan perubahan terhadap massa
otot skelet dan densitas tulang.
I. Kerangka Teori
Gambar 2. 1 Kerangka Teori Hubungan Aktivitas Fisik dengan Siklus Menstruasi
|
Sumberr: Data Primer, 2016
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Sumber: Data Primer, 2022
B. Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah, maka terdapat hipotesis penelitian sebagai berikut :
H0 : Tidak ada pengaruh antara kegiatan
olahraga terhadap siklus menstruasi atlet pencak silat
H1 : Adanya pengaruh antara kegiatan olahraga
terhadap siklus menstruasi atlet pencak silat
Uji Hipotesis akan dilakukan dengan uji t.
Uji t digunakan untuk menunjukan apakah suatu variable independent secara
persial mempengaruhi dependen (Ghozali, 2013). Kreteria pengujian dengan
tingkat spesifikasi ɑ = 0,05 ditentukan sebagai berikut:
1.
jika
nilai signifikan < ɑ, maka H0 ditolak, dan H1 terima
2.
jika
nilai signifikan > ɑ, maka H0 diterima, dan H1 ditolak
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif
dengan jenis korelasional yaitu rancangan penelitian yang digunakaan untuk
menelaah hubungan antara dua variabel pada situasi atau kelompok subjek.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Padepokan IPSI Bojonegoro
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal
25
sampai 30 September 2022.
C.
Populasi dan Sampel
a)
Populasi
Populasi
penelitian adalah seluruh atlit IPSI Bojonegoro yang melakukan latihan di Padepokan
IPSI Bojonegoro yaitu 125 orang.
b)
Sampel
Untuk
menentukan sampel penelitian, maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel
sebesar 44 responden dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun
kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan adalah
a) Kriteria
Inklusi
1) Atlet
yang melakukan latihan fisik di Padepokan IPSI Bojonegoro pada tanggal 25
sampai 30 September 2022.
2) Atlet
yang berusia 13-22 Tahun
3) Bersedia
menjadi sampel penelitian
b. Kriteria Eksklusi
1) Atlet
tidak mengikuti prosedur penelitian secara sempurna
2) Atlet yang sudah menikah dan melahirkan
D. Alur Penelitian
Gambar 4.1 Kerangka Konsep
Sumber : Data Primer, 2022
E. Variabel Penelitian
1)
Identifikasi Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 variabel,
yaitu variabel independen dan variabel dependen.Variabel independen dalam
penelitian ini adalah aktivitas fisik dan variabel dependennya adalah siklus
menstruasi atlet.
2)
Definisi Operasional Variabel
a.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.Aktivitas fisik
yang dimaksud peneliti berupa aktivitas yang dilakukan oleh atlit selama 7
minggu terakhir dan telah dilakukan rutin sejak bulan September 2022.
Kuisioner yang digunakan peneliti yaitu
International Physical Therapy Questionnare-Short Form dan penilaian tingkat
aktivitas fisik dilakukan dengan menggunakan Automatic Report-IPAQ. Data yang
diperoleh dari IPAQ ini memberikan gambaran pola aktivitas fisik secara
global,. Hasil scoring dan kuesioner ini selanjutnya menggambarkan tingkat
aktivitas fisik atlet..
Kriteria objektif :
1)
Berat
a)
Melakukan
aktivitas fisik intensitas berat minimal selama 3 hari yang mencapai nilai
MET-menit/minggu total aktivitas fisik sebesar 1500 MET-menit/minggu.
b)
Melakukan
aktivitas fisik kombinasi jalan kaki,intensitas sedang atau intensitas berat
selama 7 hari atau lebih yang mencapai nilai minimal MET-menit/minggu total aktivitas
fisik sebesar 3000 MET-menit/minggu.
2)
Sedang
a)
Melakukan
aktivitas fisik intensitas berat selama 3 hari atau lebih, minimal selama 20
menit per harinya.
b)
Melakukan
aktivitas fisik intensitas sedang dan/atau jalan kaki selama 5 hari atau lebih,
minimal selama 30 menit per harinya .
c)
Melakukan
aktivitas fisik kombinasi jalan kaki, intensitas sedang atau intensitas berat
selama 5 hari atau lebih yang mencapai nilai minimal MET-menit/minggu total
aktivitas fisik sebesar 600 MET-menit/minggu.
3)
Ringan
Merupakan tingkatan terendah dari
aktivitas fisik individu yang tidak memenuhi kriteria untuk kategori 1 dan 2
dikategorikan sebagai tingkat aktivitas fisiknya ringan. (Craig dkk., 2003;
IPAQ, 2005)
b.
Siklus Mestruasi
Siklus menstruasi adalah proses kompleks
yang mencakup reproduktif dan endokrin. Siklus menstruasi yang dimaksud oleh
peneliti yaitu siklus menstruasi yang dialami oleh atlit berupa Eumenorrhea,
Oligomenorrhea, dan Polimenorrhea.Siklus menstruasi yang dialami setiap wanita
berbeda-beda, tetapi disini peneliti bermaksud untuk mengetahui hubungan
aktivitas fisik dengan siklus menstruasi pada atlit wanita. Siklus menstruasi
pada atlit selama 3-6 bulan terakhir akan diketahui melalui wawancara terbuka
dibedakan menjadi 2 point, yaitu jawaban Ya bernilai 1 dan jawaban Tidak
bernilai 0.
Dari masing-masing pertanyaan akan
mengarahkan peneliti menentukan pola siklus menstruasi yang dialami atlet.
1)
Pertanyaan no. 1
bernilai 1 maka responden dikatakan mengalami Eumenorrhea.
2)
Pertanyaan no. 2
bernilai 1 maka responden dikatakan mengalami Oligomenorrhea.
3)
Pertanyaan no. 3
bernilai 1 maka responden dikatakan mengalami Polimenorrhea.
4)
Pertanyaan no. 4
bernilai 1 maka responden dikatakan mengalami Amenorrhea.
c.
Atlet wanita
Atlet wanita yang dimaksud yaitu Atlet
IPSI Bojonegoro yang melakukan latihan fisik di Padepokan IPSI
Bojonegoro sejak bulan September secara rutin dan memenuhi kriteria inklusi
dari peneliti.
d.
Pengolahan dan Analisis Data
Teknik
pengolahan data yang peneliti gunakan
yaitu teknik deskriptif analisa univariate
untuk distribusi frekuensi
aktivitas fisik dan siklus menstruasi atlet.Selain itu digunakan
analisis bivariate untuk mengetahui nilai korelasi aktivitas fisik dengan siklus menstruasi atlet IPSI
Bojonegoro. Peneliti menggunakan uji Fisher untuk
analisis bivariat.
e.
Masalah Etika
Dalam mengambil data sampel, peneliti
memiliki beberapa aturan
mengenai masalah etika, antara lain.
1.
Informed Concent
Lembar persetujuan akan diberikan kepada
responden. Jika sampel bersedia menjadi
responden, maka harus menandatangani lembar persetujuan dan sampel yang menolak tidak akan dipaksa
dan tetap menghormati haknya.
2.
Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti
tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi
hanya memberi kode tertentu pada setiap responden.
3.
Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan
oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya sekelompok data yang dilaporkan dalam hasil penelitian.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Padepokan
IPSI Bojonegoro yang berlangsung selama 6 hari terhitung
dari tanggal 25-30 September 2022 untuk melihat
hubungan antara aktivitas fisik dengan siklus
menstruasi. Populasi dalam
penelitian ini adalah atlet wanita yang akan berpartisipasi dalam Kapolres
Cup 2022 dan sedang dalam pelatihan rutin sejak bulan Agustus 2022 yang berjumlah 125 orang dengan cabang olahraga. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan besar sampel 44 orang yang berasal dari 12 Perguruan Pencak Silat.
1.
Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umum Atlet
Karakteristik Responden |
Jumlah |
|
|
N |
% |
Umur |
|
|
(Tahun) |
|
|
12-16 |
8 |
18.2 |
17-22 |
36 |
81.8 |
Indeks Massa Tubuh |
|
|
(kg/m2) |
|
|
<
17 |
1 |
2.3 |
17-18,4 |
1 |
2.3 |
18,5-25 |
42 |
95.5 |
Jenis Perguruan |
|
|
Tapak Suci |
10 |
22,7 |
PN |
5 |
11,3 |
PSHT |
29 |
65,9 |
|
44 |
100,0 |
Sumber: Data Primer, 2016
Tabel
5.1 menunjukan bahwa proporsi responden
terbanyak berumur 17-22
tahun sebanyak 38 orang (81.8%) sedangkan responden berumur 12-16 tahun sebanyak 8 orang (18.2%). Selain distribusi
usia tabel 5.1 juga menunjukan
distribusi sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh yang terbagi menjadi 3 kategori,
yaitu Indeks Massa Tubuh Normal, Indeks Massa Tubuh Kurus tingkat
berat dan Indeks Massa Tubuh Kurus
tingkat ringan. Responden terbanyak pada Indeks Massa Tubuh normal yaitu 42 orang (95.5%).Sedangkan Indeks Massa Tubuh Kurus tingkat berat dan tingkat
ringan masing-masing berjumlah
1 orang (2.3%). Responden terbanyak
pada Perguruan persaudaraan Setia
Hati Terate (PSHT) sebanyak 29 orang (65,9%),
Perguruan Tapak Suci (TS) sebanyak 10 orang (22,7%) dan Perguruan Pagar Nusa (PN)
berjumlah 5 orang (11,3%) dari total
responden sebanyak 44 orang. Dilihat
dari jenis Perguruan, responden dengan Perguruan
PSHT sebanyak 29 orang (65,9%), dan Tapak
Suci sebanyak 10 orang (22,7%), serta 5 orang
(11,3%) dari Pagar Nusa.
2.
Distribusi Responden Menurut Aktivitas
Fisik dan Siklus
Menstruasi
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut
Aktivitas Fisik dan Siklus Menstruasi
Faktor |
Jumlah N % |
||
|
|
||
Aktivitas Fisik |
Ringan Sedang Berat |
2 3 39 |
4.5 6.8 88.6 |
|
|
44 |
100,0 |
Siklus Menstruasi |
Eumenorrhea
Oligomenorrhea Polimenorrhea |
6 26 12 |
13.6 59.1 27.3 |
|
|
44 |
100,0 |
Sumber: Data Primer, 2016
Gambar 5.1 Distribusi Responden Menurut
Aktivitas Fisik
100 90 80 70 60 50 40 RINGAN SEDANG BERAT 30 20 10 0 AKTIVITAS FISIK
Sumber: Data Primer, 2016
Gambar 5.2Distribusi Responden Menurut Siklus Menstruasi
70 60 50 40 30 Eumenorrhea Oligomenorrhea Polimenorrhea 20 10 0 SIKLUS MENSTRUASI
Sumber: Data Primer, 2016
Tabel
5.2, gambar 5.1 dan gambar 5.2 menunjukan bahwa distribusi
responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik yang terbagi
Menjadi 3 yaitu aktivitas Ringan, Aktivitas Sedang, aktivitas berat, Didapatkan distribusi aktivitas fisik
ringan sebanyak 2 orang (4.5%),
aktivitas fisik sedang sebanyak 3 orang (6.8%), dan aktivitas berat sebanyak
39 orang (88.6%).
Dapat dilihat bahwa sebagian besar atlet memiliki
aktivitas fisik yang berat dalam persiapan KAPOLRES CUP 2022.
Berdasarkan siklus menstruasi yang terbagi
menjadi 3 kategori yaitu Eumenorrhea,
Oligomenorrhea, dan Polimenorrhea. Distribusi responden siklus menstruasi yang mengalami
Eumenorrhea sebanyak 6 orang (13.6%), Oligomenorrhea sebanyak 26 orang (59.1%), dan
Polimenorrhea sebanyak
12 orang (27.3%).
3.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Siklus Menstruasi
Tabel 5.3
Aktivitas Fisik |
|
Siklus Menstruasi |
|
Total (n) |
|
Eumenorrhea |
Oligomenorrhea |
Polimenorrhea |
P |
||
Ringan |
2 (0.3) |
0 (1.2) |
0 (0.5) |
2 |
|
Sedang |
3 (0.4) |
0 (1.8) |
0 (0.8) |
3 |
|
|
|
|
|
|
0.000 |
Berat |
1 (5.3) |
26 (23) |
12 (10.6) |
39 |
|
Total |
6 |
26 |
12 |
44 |
|
Sumber: Data Primer, 2016
Pada Tabel 5.3 dapat diketahui
bahwa responden yang mengalami Eumenorrhea pada aktivitas ringan
sebanyak 2 orang (4.5%), aktivitas fisik sedang
sebanyak 3 orang (6.8%), dan aktivitas fisik berat sebanyak 1 orang (2.2%).
Responden yang mengalami
Oligomenorrhea pada aktivitas
fisik berat sebanyak
26 orang (59.1%).Sedangkan responden yang mengalami
Polimenorrhea pada aktivitas
berat sebanyak 12 orang (27.3%). Hasil penelitian dengan menggunakan uji Fishermenunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas
fisik dengan siklus
menstruasi pada atlet,
dengan p≤ 0.05.
B. Pembahasan
1. Karakterisrik Responden
Penelitian ini merupakan penelitian descriptive correlational yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan siklus menstruasi pada Atlet IPSI Bojonegoro.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
44 responden yang dibagi menjadi 2 kategori umur,
dimana didapatkan 38 orang (81.8%) berumur 17-22 tahun, dan sebanyak 8 orang (18.2%) ada pada rentan
umur 12-16 tahun. Seperti yang dikatakan Carbon dalam Saadiah
(2014) beberapa penelitian mengemukakan bahwa atlet yang lebih muda, dibawah 25 tahun,
lebih besar kemungkinannya mendapat
amenorrhea. Didapatkan juga responden terbanyak pada Indeks Massa Tubuh (IMT) normal yaitu 42 orang (95.5%)
sedangkan IMT kurus tingkat berat dan tingkat ringan masing- masing hanya berjumlah 1 orang
(2.3%). Dalam penelitian Rowland AS, et al (2002) terhadap wanita di Iowa dan North Carolina menyatakan bahwa lemak tubuh yang diukur dengan IMT, sangat terkait
dengan siklus panjang dan yang siklus
yang tidak teratur. Hasil penelitian dari responden yang memiliki IMT kurus tingkat
berat dan tingkat
ringan jika dihubungkan dengan siklus menstruasi termasuk dalam kategori
eumoenorrhea dan kedua responden tersebut juga masing masing masuk di kategori umur yang berbeda.
Menurut penelitian Yilmaz
(2008)
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
IMT dan gangguan siklus menstruasi hal tersebut dikarenakan pada subyek penelitiannya, jumlah responden yang overweight terdapat dalam jumlah yang sedikit.
2.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Siklus Menstruasi
Penelitian ini dilakukan dengan membagikan International Physical
Activity Quessionnair yang
hasilnya diperoleh menggunakan IPAQ-Automatic Report dengan
mengikuti IPAQ-Scoring Protocol yang telah diuji validitas sebelumnya. Dari
hasil penelitian didapatkan p≤0,06 yang bermakna atau ada
hubungan antara aktivitas fisik
dengan siklus menstruasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rima Asmarani (2010) yang mengatakan adanya hubungan durasi dan frekuensi latihan terhadap siklus
menstruasi.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan total 26 orang (59.1%)
yang mengalami siklus menstruasi yaitu oligomenorrhea dan polimenorrhea sebanyak
12 orang (27.3%).
Didapatkan juga bahwa 6 orang (13.6%) mengalami eumenorrhea. Pada
tabel 5.3 didapatkan subjek yang
mengalami oligomenorrhea sebanyak 26 orang (59.1%). Hal ini menunjukan bahwa penggunaan energi yang
tidak seimbang juga dapat menyebabkan penurunan
pulsatil GnRH dalam hal ini FSH yang mengakibatkan terjadinya pemanjangan fase folikuler. Sesuai dengan penelitian Quah tahun 2009 pada atlet non-leannes
sport di Malaysia
dengan hasil 14,3% atlet yang mengalami oligomenorrhea.
Menurut WHO (2014) dan Casperen et al.,
(1985), aktivitas fisik didefinisikan
sebagai berbagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang membutuhkan energi, dimana energi yang dikeluarkan
diukur dalam Kilojoules (KJ) atau Kilocalories
(Kcal). Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari misalnya
bekerja (occupational), olah raga, merawat (conditioning),
melakukan pekerjaan rumah, atau aktivitas lain. Dari hasil penelitian dan observasi dapat diketahui
aktivitas fisik yang dilakukan atlit IPSI BOJONEGORO selama 7 hari terakhir sebagian besar merupakan aktivitas fisik berat. Aktivitas fisik yang dilakukan selama 7
hari terakhir merupakan aktivitas
yang mulai dilakukan atlit sejak bulan Agustus tahun ini dan masih berlangsung saat penelitian berlangsung bulan September. Menurut
Asmarani (2010) sifat dan tingkat
keparahan gejala siklus menstruasi
tergantung pada beberapa hal seperti jenis latihan, intensitas, dan lamanya latihan serta laju
perkembangan program pelatihan. Aktivitas fisik
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH.
Hal tersebut menyebabkan menarche yang tertunda
dan gangguan siklus menstruasi dengan
perubahan metabolism steroid
yang mempengaruhi release atau
penglepasan gonadotropin.
Menurut teori dari Anwar (2011) menstruasi dikatakan normal bila didapatkan siklus menstruasi tidak kurang dari 24 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari. Dijelaskan dalam Anurogo dkk (2011) bahwa siklus menstruasi terdiri dari tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulatoir, dan fase luteal. Dari hasil penelitian
dapat dilihat sebagian
atlet memiliki
akitivitas fisik tingkat
berat dan mengalami
oligomenorrhea. Meningkatnya aktivitas
fisik juga berhubungan positif dengan fase folikuler. Penelitian yang dilakukan di California menyebutkan wanita berusia
kurang dari 35 tahun dengan aktivitas fisik >4 jam per minggu secara signifikan memperpanjang fase folikuler. Ketika aktivitas fisik kembali teratur
maka fase folikuler
juga akan sesuai dengan fase normalnya (Liu Y dkk, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Patras UniversityMedical School juga menyatakan gangguan siklus
menstruasi dan tertundanya menarche dialami oleh remaja dan wanita dewasa
yang melakukan pelatihan secara intensif
selama 15 jam atau lebih setiap minggunya (Nattiv A dkk, 2007). Intensitas aktivitas fisik yang terlalu tinggi sehingga tidak mampu dikompensasi oleh tubuh dapat menyebabkan
gangguan endokrin dalam tubuh salah satunya ketidakteraturan siklus menstruasi (Jorge EC dkk, 2008).
Rougier dan Linquette menemukan pengaruh yang bervariasi dari olahrga terhadap siklus menstruasi pada
mahasiswa olahraga, demikian juga Kabisch
yang mengevaluasi atlet jerman, menemukan
sedikit kejadian amenorrhea.
Sebaliknya, Erderly yang meneliti atlit dunia dan Zhanel yang meneliti atlit anggar, menemukan 10-12% kejadian
disfungsi menstruasi (Hartono, 2003)
Salah satu peran fisioterapi olahraga
yaitu membuat program
latihan spesifik yang sesuai dengan jenis olahraga, atau memberi nasihat mengenai
makanan yang akan dikonsumsi. Dari hasil penelitian didapatkan atlet yang mengalami oligomenorrhea sebagian besar memiliki aktivitas fisik yang berat. Para
peneliti menganalisa sampel 2.324 orang dewasa
Kanada yang aktif berolahraga. Para responden ini berpartisipasi dalam Candadian
Health Measures Survey. Mereka rata-rata berolahaga minimal 150 menit perminggu, baik olahraga intensitas sedang sampai berat. Fisioterapi dalam menentukan program
latihan spesifik harus melihat
durasi dan intensitas yang diberikan kepada atlet agar tidak >4 jam perminggu dan juga menjaga
makanan yang dikonsumsi agar keseimbangan energi dalam tubuh tetap terjaga.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang hendaknya diperbaiki untuk penelitian selanjutnya, yakni jadwal altihan
yang tidak sesuai dari yang didapatkan
peneliti karena penyesuaian jadwal dari pelatih dan atlet sendiri, sehingga
peneliti kesulitan dalam menemukan atlet yang sesuai dengan jadwal yang ada. Sehingga sampel yang
didapatkan tidak >50% dari total sampel.
BAB VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian
di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Siklus
menstruasi pada atlet IPSI Bojonegoro di Padepokan IPSI Bojonegoro kebanyakan mengalami oligomenorrhea. Sebanyak
26 orang (59,1%)
mengalami oligomenorrhea, 12 orang (27,3%)
mengalami polimenorrhea, dan sisanya
6 orang (13,6%) mengalami eumenorrhea.
2.
Aktivitas
fisik pada atlet IPSI Bojonegoro di Padepokan IPSI Bojonegoro kebanyakan
melakukan aktivitas fisik dengan kategori berat. Sebanyak 39 orang (88,6%) kategori aktivitas berat,
3 orang (6,8%) kategori sedang, dan sisanya
2 orang (4.5%) melakukan
kategori ringan.
3.
Ada hubungan
antara aktivitas fisik dengan siklus menstruasi pada atlet IPSI Bojonegoro di Padepokan
IPSI Bojonegoro.
B.
Saran
1.
Hendaknya pelatih
memberikan durasi latihan
yang optimal dengan memperhitungkan
kecukupan nutrisi yang seimbang bagi para atlit sesuai saran dari ahli gizi.
2.
Pelatih dan
institusi olah raga perlu menyadari masalah kesehatan dalam hal ini
mengenai siklus menatruasi pada atlit.
3.
Dalam bidang pendidikan, dapat dihubungkan fisioterapi kesehatan wanita dengan fisioterapi olahraga.
Terutama membahas tentang
gangguan menstruasi yang bisa didapatkan ketika meningkatnya aktivitas fisik yang dilakukan.
4.
Perlu dilakukan
penelitian lanjut terkait
aktivitas fisik dengan siklus menstruasi menggunakan keseluruhan
variabel lain.
DAFTAR PUSTAKA
ACSM, 2004.Fitness
And Antropometric : American College of Sports Medicine Almatsier, S. 2009. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Andira, D. 2010. Seluk - Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. 1. Jogjakarta :
A*PLUS BOOKS
Anwar, M, Baziad, A, Prabowo, RP (Eds),
2011.Ilmu Kandungan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.
Asmarani,
R. 2010. Pengaruh Olahraga Terhadap
Siklus Haid Atlit. Disertasi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro
Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Carbon,R.J.: The Female
Athlete, dalam Textbook
of Science and Medicine in
Sport, Edited by: Bloomfield, J., Fricker,P.A., Fitch, K.D., Blackwell Scientific Publications, 1992, pg. 467-487
Cobb,
Robert. (2003). The relationship between
self regulated learning behaviors and academic
perfomance in web-based
courses. The Faculty
of Virginia Polytechnic Institute and State University : Dissertation.
De
Cree C. 1998. Sex Steroid Metabolism and
Menstrual Irregularities in The Exercising Female. Sport Medicine. 25(6):369-406
Ellya, ES., Pusmaika., dan Rismalinda. 2010. Kesehatan
Reproduksi Wanita.
Jakarta: CV Trans Info Media.
Gibney, Michael J, Margetts, Barrie M, Kearney, John M,
Arab, Lenore. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Alih bahasa oleh dr. Andry Hartono. Jakarta:
EGC
Giriwijoyo, H.Y.S.Santosa. 2010. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga Dan
Kesehatan UPI Bandung.
Guyton, A.C. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 7.Bagian
III.Aliah Bahasa Effendi & Melfiawati. Jakarta: EGC.
Handjaja, Mariyani. 2010. Amenore Pada Atlet.
Jurnal Vol.1No.2 Julis 2010
Hartati, T. 2009. Hubungan Faktor
Keluarga dengan Pengetahuan Menstruasi Remaja Putri.Skripsi. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Jorge
EC, Janet WR, Bernard AR, walter CW. Protein Intake and Ovulatory Infertility.AM J Obsetet Gynecol
2008; 198(2):210e1-210-e7
Liu
Y, Gold EB, Lasley BL, Johnson WO. Factors
Affecting Menstrual Cycle Characteristic.Am J Epidemiol
2004; 160:2.p.131-140.
Loucks, A.B. 1990. Effects of Exercise Training
on The Menstrual Cycle: Existence
and Mechanisms. American
College of Sport Medicine. 22(3):275-80.
Manuaba,
Ida C., Manuaba, Ida B.G.F., Manuaba, Ida B.G., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. EGC: Jakarta
Naibaho, Winny.2014. Hubungan Antara Tingkat Aktivitas
Fisik Dan Siklus Menstruasi pada Remaja Di SMA Warga Kota Surakarta.Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Disertasi.
Nattiv, A., Loucks,
A.B., Manore, M.M., et al. American College
of Sports Medicine
stand. The Female Athlete Triad.Med. Sci Sport Exerc. 2007;39 (10):1867-1882.
Nugroho, Taufan. 2011.
Buku Ajar Obstetri untuk
Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Paterson
DH, Jones GR, Rice CL. 2007. Ageing And
Physical Activity: Evidence To Develop
Exercise Recommendations For Older Adults. Applied Physiology, Nutrition and Metabolism, 32:S69–S108.
Pitkin,
J., Peattie, A.B., Magowan, B.A., 2003. Obstetrica
and Gynecology An Illustrated Colour Text. Elseiver Science Limited.
122-124
Prawirohardjo, Sarwono.2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Cetakan
VII
Qasim,
Darul. 2005. Menstruasi dan Seksualitas
pada Wanita. Jakarta: PT Bulan Bintang
Rosenblatt, Peter L, 2007. Menstrual Cycle.The Merck
Manual. Available from: http://www.merck.com/mmhe/sec22/ch241/ch241e.html. [Diakses
10
Mei 2016)
Saadiah,
S. 2014. Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Dismenorea pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keolahragaan.Disertasi tidak diterbitkan. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Comments
Post a Comment